Zumaroh, Perempuan Di Awal Al-Huda

Zumaroh, Perempuan Di Awal Al-Huda

Tokoh laki-laki dalam rintisan berdirinya Masjid Al-Huda Sambiroto, Surabaya sudah banyak dikenal. Diantaranya adalah Ustadz Moch. Soleh dan Ustadz Warsito Kromo Darso yang saat ini usianya diatas 70 tahun.  

 

Saat ini keduanya menjadi pembina Yayasan Al-Huda dan terus mengikuti prosesnya sejak berdirinya Masjid hingga perkembangan dan kemajuan Masjid Al-Huda saat ini.

 

Selain dua tokoh laki-laki tersebut,  dalam perintisan Masjid Al-Huda, ternyata ada peran kaum hawa juga. Belum banyak yang tahu bahwa ada seorang perempuan yang punya peran besar dalam rintisan Masjid Al-Huda.

 

ZUMAROH

Zumaroh adalah istri dari Ustadz Moch. Soleh. Perempuan asli Gadukan, Surabaya ini pindah ke perumahan perhutani sambiroto ini sejak awal pembangunan perumahan tahun 1984. Warga perumahan perhutani sambiroto memanggil Zumaroh dengan nama Bu Soleh.

 

Sebelum Musholla Al-Huda berdiri, Bu Soleh sudah menjadikan rumahnya sebagai tempat mengaji anak-anak. Ada sekitar 20 anak saat itu yg mengaji pada beliau dan terus bertambah. Beliau mengajar dengan sukarela alias tidak berbayar, hanya mengharap ridho dari Allah SWT. Beliau berkata: " Yaa Hitung-hitung mengamalkan ilmu yang sudah didapatkan dari pondok pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang.

 

Seiring berjalannya waktu, ketika musholla Al-Huda berdiri tahun 1985 murid-murid bu sholeh yang laki-laki  diarahkan pengajarannya ke musholla, dibina oleh Ustadz Moch. Soleh, Ustadz Warsito dan Ustadz Nuri Hartoyo. Dibantu juga oleh pemuda-pemuda seperti Mas Busro, Mas Matrojan dan Mas Edi.

 

Pada tahun 1991, dibangun Masjid Al-Huda lebih luas. Bu Sholeh kemudian mengarahkan murid-murid perempuannya mengaji di TPA Al-Huda yang baru berdiri. Tapi beliau tidak berhenti. Melihat orang-orang sebayanya ternyata juga masih banyak yang belum bisa baca Al-Qur'an, Bu Soleh mengajak mereka untuk belajar mengaji. 

 

Ada sekitar 10 orang ibu-ibu yang ikut mengaji di Musholla Al-Huda. Diantaranya adalah Ibu Kuntarto, Ibu Sri Suwardi, Ibu Darto dan Ibu Isbowo.

 

PANDAI MEMASAK & MERAWAT JENAZAH

Selain mengajar ngaji, Bu Soleh juga menjadi orang yang senantiasa menyiapkan konsumsi untuk pengajian-pengajian di Masjid Al-Huda. Penyediaan kue-kue pengajian disiapkan oleh beliau. Dan beliau sendiri yang memasak kue-kue tersebut.



Bu Soleh memang pandai memasak. Menu masakan soto, rawon, kikil, tahu campur disukai oleh para jama'ah. Tapi ada satu menu yang paling dikangeni oleh jama'ah, yaitu masakan gule saat penyembelihan qurban. Gule dengan kuah yang sarat dengan rempah-rempah terasa banget lezatnya. Irisan daging yang besar-besar dan gorengan paru, hati menjadikan semakin berselera.

 

Masjid Al-Huda terus berkembang. Semakin banyak ibu-ibu yang membantu Bu Soleh. Ada Bu Sri Suwardi, Bu Widodo dan lainnya. Dan saat ini sudah banyak muncul ibu-ibu muda yang pandai memasak juga.

 

Kiprah Bu Sholeh yang mempunyai tiga orang putra ini masih ada lagi. Beliau juga menjadi komandan perawatan jenazah perempuan. Setiap ada warga perempuan yang meninggal dunia, beliau yang memandikan dan mengkafani.

 

Ilmunya kemudian ditularkan pada jama'ah ibu-ibu. Mereka diajari dalam hal perawatan jenazah, sehingga saat ini Ibu Yitno dan Bu Sri Suwardi dan lainnya bisa ikut membantu perawatan jenazah.

Dengan keahliannya itu, Bu Soleh diangkat menjadi Modin Perempuan di Wilayah RW 07 Sambiroto Sambikerep Surabaya.