Pentingnya Perkaderan Dalam Islam
- 20-01-2025
- Ustadz Hakim Danurwindo
Di awal pertama Nabi Muhammad SAW mendakwahkan ajaran Islam, orang pertama yang mendukungnya adalah istrinya, Khadijah. Setelah itu sepupunya, Ali bin Abi Thalib, yang berusia sepuluh tahun, dan anak angkatnya Zaid bin Haritsah.
Kemudian pengasuhnya, Ummu Aiman alias Barkah binti Tsa’labah. Lalu Abu Bakar, sahabatnya, Utsman bin Afan, Bilal bin Rabah, Arqam, Hamzah bin Abdul Muththalib, Abdullah bin Mas’ud, Mus’ab bin Umair dan para sahabat lainnya.
Mereka generasi awal kader-kader muslim yang disebut assabiquuna awwaluun. Terdiri kaum perempuan, pemuda, orang bijak, pengusaha, dan para dhuafa.
Generasi ini yang kemudian menyebarkan Islam ke beberapa suku di jazirah Arab.
Gerakan dakwah itu lantas dilanjutkan kader-kader muslim generasi berikutnya menyebarkan Islam ke penjuru dunia. Dengan perang dan damai.
Inilah kekuatan kaderisasi Islam di zaman Rasulullah SAW, sahabat, tabiin, tabii tabiin, yang berkelanjutan hingga generasi sekarang. Sepanjang sejarah telah melahirkan imperium besar dari Jazirah Arab menyebar ke Andalusia, Turki, Asia, dan Afrika.
Lewat kaderisasi dakwah, Islam terus berkembang ke penjuru dunia. Dianut oleh beragam bangsa. Kehebatan dakwah ini karena sumber utama ajaran yaitu Al-Quran tetap terjaga dari generasi ke generasi. Kader-kader dakwah adalah penghafal Al-Quran yang membawa ajaran Islam ke mana-mana.
Tujuan Kaderisasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kader adalah seseorang yang diharapkan memegang peranan penting dalam suatu kelompok.
Istilah kader berasal dari serapan kata Prancis yaitu les cadres. Artinya, bingkai. Secara filosofis, bingkai merupakan bagian penting pada suatu hiasan foto yang menguatkan serta menopang gambar yang disajikan pada dinding agar terlihat rapi dan kuat.
Oleh karenanya, istilah kader sering diisyaratkan dengan kelompok orang yang dengan sengaja disiapkan secara sistematis untuk menjadi pasukan inti guna menjalankan suatu ide dan gerakan tertentu agar dapat berjalan secara berkelanjutan.
Perkaderan dapat diartikan sebagai suatu proses pendidikan yang dilakukan secara sadar, konsisten, dan sistematis, untuk mengembangkan kemampuan dan karakter seseorang, sehingga mereka memiliki kepribadian yang sesuai dengan harapan para pendahulunya.
Islam memberikan tuntunan kepada kita untuk menyiapkan generasi penerus yang berkualitas mulai dari keluarga, sahabat, dan masyarakat. Al-Quran pada surat An-Nisa’ ayat 9 menjelaskan generasi pendahulu harus memikirkan masa depan para penerusnya.
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعٰفًا خَا فُوْا عَلَيْهِمْ ۖ فَلْيَتَّقُوا اللّٰهَ وَلْيَقُوْلُوا قَوْلًا سَدِيْدًا
Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.
Buya Hamka dalam kitab Tafsir Al-Azhar memberikan penekanan dengan memberikan judul wasiat yang tegas pada tafsir ayat tersebut. Walaupun secara makna dalam tafsir Al-Azhar menjelaskan bahwa Islam sangat serius mengajarkan generasi pendahulu untuk memberikan pemahaman kepada generasi penerusnya, agar jangan sampai tidak memiliki ilmu tentang pengelolaan harta benda warisan ketika ditinggal mati oleh pendahulunya.
Ini sangat relevan dengan kondisi umat muslim saat ini. Bayang-bayang pertikaian dan saling membenci antar saudara bisa terjadi dalam pembagian dan pengelolaan harta warisan.
Cara yang dapat dilakukan untuk menghindari bencana itu dengan mendidik generasi penerus tentang ilmu faroidh, yaitu ilmu pembagian harta warisan, serta menyiapkan kemampuan ekonomi dan kekuatan ketakwaan.
Selain makna kesejahteraan ekonomi, kata ضِعٰفًا (dhi'afan) dalam surat An-Nisa ayat 9 juga dapat dimaknai dengan lemahnya pemahaman dalam berbagai ilmu syariat dan fiqih agama islam.
Jika generasi pendahulu tidak mengader dan mendidik generasi penerus tentang ilmu agama Islam, maka yang terjadi generasi penerus bisa dipengaruhi oleh faktor eksternal lainnya yang tidak bernafas islami, seperti teman bermain, lingkungan kerja, dan sahabat yang mungkin memberikan pengaruh buruk dan tidak sejalan dengan ajaran agama Islam.
Oleh karena itu di era percepatan teknologi saat ini, penting bagi para orang tua di segala level sosial seperti rumah tangga, sekolah, masjid, pesantren, organisasi Islam, dan lain sebagainya untuk melaksanakan sistem perkaderan kepada generasi penerusnya.
Sistem Kaderisasi
Banyak sekali konsep sistem perkaderan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sosial. Inti sistem perkaderan adalah kepemimpinan (leadership). Inti leadership adalah manajemen. Inti manajemen adalah pola komunikasi kepada para kader.
Seperti firman Allah dalam surat An-Nahl (16) ayat 125.
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِا لْحِكْمَةِ وَا لْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik.
Menjadi suatu hal yang menarik, ketika Allah SWT pada surat tersebut memilih kata بِالْحِكْمَةِ (bil-hikmah) lebih awal daripada kata وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ (wal mau'izhoh hasanah).
Kata bil-hikmah di dalam Tafsir Al-Azhar dapat diartikan sebagai kebijaksanaan seseorang dalam menjalani kehidupan, yang juga berarti keteladanan.
Sedangkan kata wal mau'izhoh hasanah bermakna nasihat yang baik atau berdialog dengan baik. Artinya, kebijaksanaan dan keteladanan lebih diutamakan dalam pelaksanaan sistem pengkaderan, barulah setelah itu perlu adanya sisipan dialog-dialog yang baik dengan tujuan penyelarasan visi dan misi agar orang-orang yang akan dikader dapat memahami maksud serta tujuan pendahulunya.
Nabi Muhammad SAW ketika mengader keluarganya dan para sahabat, juga menerapkan keteladanan, dan dialog yang baik.
Lewat pola itu masyarakat Arab bisa menerimanya dan mencintainya, sehingga agama Islam menyebar secara luas ke seluruh penjuru dunia. Lawan-lawannya mengakui Nabi Muhammad SAW memiliki pribadi yang baik. Karena itu mendapat julukan Al-Amin. Orang tepercaya.
Dalam menyusun sistem perkaderan islami, penting memasukkan nilai-nilai keteladanan dan cara berdialog. Lewat cara ini bakal melahirkan kader-kader hebat. Generasi Qurani yang berakhlak baik dan pandai berargumentasi.